Mengenai RUU Perbankan Terbaru

Mengenai RUU Perbankan Terbaru

Undang undang perbankan terbaru ialah undang-undang nan dikeluarkan oleh pemerintah, nan berkaitan dengan hukum dan peraturan-peraturan dalam menjalankan kegiatan perbankan.

Undang-undang ini dibuat buat mengawasi segala macam kegiatan perbankan serta buat melindungi para nasabah bank. Melalui undang-undang perbankan ini, pemerintah semakin mudah buat mengontrol apabila terjadi kecurang-curangan dalam kegiatan perbankan.

Undang-undang perbankan nan digunakan di Indonesia ialah Undang-undang No. 10 tahun 1998. Namun, beberapa tokoh mengatakan bahwa Undang-undang Nomor 10 tahun1998 sudah tak relevan dengan zaman sekarang seiring dengan perkembangan industri perbankan dan keuangan, sehingga perlu diadakan revisi dan mengeluarkan undang-undang perbankan terbaru.

Selain itu, undang-undang perbankan nan ada saat ini sudah mencapai usia 15 tahun, seiring dengan perkembangan zaman diperlukan undang-undang perbankan terbaru nan relevan bagi masa sekarang maupun masa depan.

Saat ini, RUU mengenai perbankan sudah mulai digodok di DPR . Walaupun belum sampai pada termin pengambilan keputusan, namun saat ini sudah mulai proses meminta pendapat para pakar buat menentukan model undang-undang nan nantinya cocok dan relevan pada zaman sekarang. Tahun 2013 ini, RUU mengenai perbankan ini akan mulai dibicarakan secara intensif di DPR.



Urgenitas Amandemen Undang-Undang Perbankan Nomor 10 1998

Seorang pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, mengatakan bahwa Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 perlu direvisi. Hal ini sejalan dengan adanya rancangan perubahan supervisi perbankan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Urgenitas revisi undang-undang ini juga menyangkut pada restriksi kapital asing dan perubahan kewajiban kapital minimun nan harus disetor.

Sebelumnya nan bertugas mengawasi kegiatan perbankan ialah Bank Indonesia(BI) dan nan mengawasi pasar kapital dan lembaga-lembaga keuangan non-bank ialah Bapepam-LK.

Apabila forum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah dapat dijalankan dan berfungsi dengan baik, maka kedua-duanya akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Revisi mengenai undang-undang perbankan nan sudah tak relevan seiring dengan perkembangan industri perbankan maupun keuangan ini, juga sangat diperlukan buat menghindari kecurangan-kecurangan nan dapat dilakukan para pelaku perbankan.

Hal ini juga diungkapkan oleh ekonom dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI). Menurutnya, amandemen mengenai undang-undang perbankan sangat diperlukan buat menjaga stabilitas perkenomian Indonesia.

Oleh sebab itu, saat ini sangat diperlukan undang-undang perbankan terbaru nan mampu mencakup seluruh kegiatan perbankan maupun keuangan saat ini. Hal-hal atau peraturan-peraturang nan mungkin sebelumnya belum tertuang dalam undang-undang, maka harus dibuat.

Ataupun peraturan-peraturan nan dibuat dan disahkan dalam undang-undang tahun 1998 nan saat ini sudah ketinggalan zaman dan tak sinkron harus diperbarui agar kejahatan-kejahatan dalam global perbankan bisa diminimalkan.

Selain itu, undang-undang perbankan terbaru juga diharapkan mampu menata kondisi ekonomi negara agar menjadi lebih baik karena sektor ekonomi merupakan salah satu sektor terpenting bagi kemajuan bangsa.

Oleh sebab itu, keteraturan nan berjalan di global perbankan sangat diharapkan mampu memberikan pengaruh nan signifikan terhadap stabitlitas ekonomi Indonesia.



Mengenai RUU Perbankan Terbaru

Ada beberapa hal nan tertuang di dalam RUU terbaru dan menjadi pokok dalam pembahasan RUU perbankan nan dilakukan pemerintah, yakni masalah kepemilikan, izin berjenjang, mengenai resiprokal, dan jenis bank.

Dalam RUU perbankan tersebut disebutkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan buat menentukan maupun mengubah batas kepemilikan saham bank generik nan dimiliki seseorang, yakni dengan cara membeli saham tersebut dengan memperhatikan tata kelola nan baik, kapital nan cukup dan khasiatnya bagi perekonomian negara.

Selain itu, juga ada peraturan-peraturan mengenai model permodalan asing nan masuk ke Indonesia. Mengenai model permodalan asing ini, ada beberapa masukan buat mengaturnya.

Salah satunya ialah pendapat nan diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis. Dia mengatakan bahwa ada tiga model permodalan asing nan dapat diterapkan di dalam global perbankan Indonesia.

Berikut ini ialah tiga model nan diungkapkan oleh Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis. Yang pertama ialah seluruh kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai permodalan bank oleh pihak asing kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Yang kedua ialah mengusulkan agar pihak asing bisa menanamkan sahamnya dalam satu di suatu negara hingga mencapai 49 persen. Hal ini merupakan kebijakan nan diambil dari pola World Trade Organization (WTO). Dan, nan ketiga ialah pihak asing dapat menanamkan atau memiliki saham pada suatu bank hingga mencapai 100 persen.

Model perbankan nan ketiga, jelas Harry, bukan berarti keseluran saham nan seratus persen tersebut dimiliki oleh satu orang atau grup saja, namun terdiri dari beberapa grup atau orang nan berbeda.

Terdapat pembagian-pembagian, yakni 30 persen saham dimiliki oleh satu orang atau grup, lalu 30 persen lainnya dimiliki oleh satu orang atau grup, 30 persennya lagi dimiliki oleh satu orang atau grup nan berbeda juga, dan sisanya nan 10 persen juga dimiliki oleh satu orang atau grup lain nan berbeda.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI tersebut mengatakan bahwa antara satu orang atau group nan satu dengan nan lainnya sama sekali tak berafiliasi atau memiliki interaksi kolaborasi .

Model permodalan asing ini juga menjadi salah satu pilihan dalam Undang Undang perbankan terbaru nantinya. Namun, hal ini belum sampai pada termin pengambilan keputusan sebab memang belum dilakukan pembahasan secara mendalam.

Selain itu, planning mengenai ekspansi peraturan perbankan mengenai kepemilikan saham bank generik juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi XI lainnya, Andi Timo Pangerang. Namun, sampai saat ini planning tersebut belum dibahas lebih lanjut lagi, yakni masih sampai sebatas pada permintaan pendapat para ahli.

Sejak tanggal 6 Maret 2013, Bank Indonesia mengeluarkan surat edaran berkenaan dengan peraturan kepemilikan saham asing pada bank umum. Surat edaran BI dengan Nomor 15/4/DPNP berisi tentang syarat dan anggaran kepemilikan sahan asing.

Dalam surat edaran Bank Inddonesia tersebut tercantum bahwa bagi pihak asing nan memiliki saham di atas 40 persen pada bank generik harus memenuhi beberapa persyaratan, yakni harus terdapat evaluasi mengenai Taraf Kesehatan (TKS), Kewajiban Penyediaan Kapital Minimum (KPMM) nan sinkron dengan profil resiko serta kapital inti, posisi mengenai taraf evaluasi ini menggunakan data dalam satu tahun terakhir.

Aturan mengenai kepemilikan saham dalam surat edaran Bank Indonesia, tak hanya mengenai kepemilikan saham asing, namun juga kepemilikan saham bagi pemerintah daerah nan akan mendirikan maupun mengakuisisi bank. Batas kepemilikan jumlah saham tersebut sebanyak 30 persen, jumlah ini sama dengan jumlah saham pada badan hukum bukan forum keuangan.

Dari keterangan di atas, diketahui bahwa sementara sampai saat ini undang-undang perbankan nan masih dipakai ialah Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998.

Undang undang perbankan terbaru masih dalam termin rancangan nan mulai diperbincangkan dalam rapat-rapat di DPR. Dengan adanya undang-undang mengenai perbankan nan terbaru diharapkan kegiatan perbankan di Indonesia menjadi lebih maju, tanpa kecurangan, sehingga bisa memajukan ekonomi nasional.