Memulai Kembali Kebijakan Politik Perberasan

Memulai Kembali Kebijakan Politik Perberasan

Beras, komoditi pertanian ini tentu sudah tak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Indonesia sendiri tercatat sebagai negara keempat nan mengonsumsi nasi sebagai makanan utamanya.

Pada tahun 1980-an Indonesia sukses mencapai swasembada beras. Sebuah prestasi nan membanggakan. Saat ini, prestasi itu tinggal dongeng belaka. Di manakah status Indonesia sebagai negara agraris ?

Beras sendiri ialah komoditi pertanian strategis. Beras berperan krusial dalam ketahanan pangan nasional. Beras menjadi basis revitalisasi pertanian ke depan mengingat kebutuhan beras tahun 2005-2025 akan terus meningkat.

Menurut data BPS produksi padi tahun 2012 sebesar 68,96 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau 43, 44 juta ton beras. Namun, angka ini tak menjamin bahwa Bulog tak akan mengimpor beras. Jadi, buat memenuhi kebutuhan nasional agaknya Indonesia harus menempuh jalan panjang demi mencapai swasembada beras.

Permasalahan klasik perberasan di Indonesia ialah adanya kesalahan kebijakan politik di masa lalu. Beras diangkat menjadi komoditas superior, sehingga menggeser komoditas lainnya.

Singkong, jagung, pisang, dan ubi-ubian tergeser oleh ketergantungan nan tinggi terhadap beras. Indonesia menjadi konsumen beras terbesar setelah Cina dan India. Rata-rata orang Asia mengonsumsi 65-70 kg beras per kapita, sedangkan Indonesia mengonsumsi 139 kg per kapita.

Berkurangnya huma pertanian juga menjadi sebuah masalah serius. Banyak huma pertanian nan beralih menjadi huma perkebunan dan perumahan. Huma nan beralih fungsi mencapai 100.000 hektare, sementara areal sawah baru hanya 40.000 hektare.

Tentu saja ini ialah sebuah ketimpangan. Bagaimana dapat memenuhi kebutuhan beras nasional jika loka tanamnya saja selalu berkurang? Akhirnya solusi terakhir selalu berujung pada impor. Padahal impor beras bisa memberikan tekanan tersendiri bagi petani di Indonesia.

Permasalahan teknis juga hambatan nan sangat krusial buat mencapai swasembada beras. Penggunaan teknologi pasca panen mengakibatkan tingginya taraf kehilangan saat panen.

Prosentase kehilangan mencapai 10,82% atau sekitar 11 juta ton gabah. Hambatan teknis lainnya berhubungan dengan irigasi sawah. Kerusakan infrastruktur padi semakin parah saat era swatantra daerah.

Padahal daerah sendiri masih berharap kepada pemerintah pusat buat perbaikannya. Akhirnya, sawah nan nan semula menggunakan irigasi teknis berubah jadi sawah tadah hujan. Akibatnya banyak huma nan kering dan terbengkalai.



Belajar Swasembada Beras dari Jepang dan India

1. Besarnya Perlindungan Pemerintah Jepang Terhadap Pertanian

Lahan pertanian Jepang termasuk kecil, yaitu sekitar 12% dari total daratannya. Jepang memang bukan negara agraris, tapi memiliki kebijakan politik nan berorientasi pada masalah pangan.

Dengan huma nan terbatas Jepang mampu menghasilkan berbagai produk pertanian, seperti padi, kentang, jagung, buah-buahan, dan lain sebagainya. Huma pertanian Jepang termasuk fertile sebab mengandung abu vulkanis. Ditambah lagi penggarapannya didukung oleh teknologi maju.

Lalu, apa misteri Jepang, sehingga bisa menghasilkan beras dalam jumlah besar? Ternyata perlindungan Jepang terhadap impor beras sangat tinggi. Beras impor terkena bea masuk sebesar 490% dan kuotanya dibatasi 7,2% dari rata-rata konsumsi beras tahun 1968 hingga 1988.

Impor di luar kuota dikenakan bea masuk per 341 kilogram. Bea masuk diperkirakan akan naik jadi 778% menurut perhitungan baru sinkron Putaran Doha. Terkait dengan kebijakan politiknya, Jepang juga menempuh berbagai cara. Ada tujuh taktik nan ditempuh, yaitu sebagai berikut.

  1. Peningkatan angkatan muda di sektor pertanian dan memperluas area lahan, yaitu sekitar 20-30 hektare di dataran rata dan 10-20 hektare di pegunungan
  1. Pengembangan industrialisasi ke-6, memperkuat Kizuna dengan konsumen dan penataan ulang taktik ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan.
  1. Pengembangan sumber daya di pedesaan sebagai sumber energi.
  1. Pengembangan planning revitalisasi hutan.
  1. Peningkatan sektor perikanan melalui modernisasi dan pengelolaan sumber daya.
  1. Merancang infrastruktur pertanian tahan gempa.
  1. Penanggulangan akibat bala nuklir secara efektif.

Jepang telah memasang sasaran swasembada pangan sebesar 50% dan mempertahankan multifungsi pertanian. Ada tiga kebijakan nan diambil oleh pemerintah Jepang.

Pertama memberi subsidi pendapatan bagi rumah tangga petani. Subsidi disesuaikan dengan UMR setelah dipotong biaya tanam dan upah penggarapan. Pemerintah juga mempersiapkan dukungan biaya saat harga beras jatuh.

Kedua menggeser sistem pertanian nan berorientasi pasar. Yang terakhir ialah implementasi industri ke-6 di kawasan pedesaan. Dengan cara-cara inilah Jepang biasanya bisa melakukan swasembada beras.



2. Misteri Sukses Swasembada Beras India

India dan Indonesia memiliki satu kesamaan, yaitu sama-sama memiliki jumlah penduduk nan besar. Pada tahun 1960-an pangan India masih dipenuhi dari aktivitas impor.

Pendapatan Domestik Bruto juga tak mengalami kemajuan. Pada tahun 2012 India sukses membalikkan keadaan tersebut. India menjadi eskportir beras mengalahkan Vietnam dan Thailand. Ekspor India mencapai 9,5 juta ton.

Apa misteri kesuksesan India ? Rahasianya terletak pada kebijakan politik makro nan sangat berpihak kepada pangan. India memiliki aturan nan sangat besar buat sektor pertanian.

Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan membangun universitas pertanian secara besar-besaran. Bahkan terdapat institut buat setiap komoditinya, misal institut jagung, dan lain-lain.

Peningkatan ilmu di bidang pertanian benar-benar diperhatikan. Tentunya perhatian ini akhirnya sebanding dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang pertanian.



Memulai Kembali Kebijakan Politik Perberasan

Mengapa dikatakan memulai kembali? Karena sebelumnya Indonesia pernah sukses menerapkan kebijakan politik pangan nan efektif. Swasembada beras pernah tercapai.

Kesalahan pengurusan dan kurangnya perhatian pemerintah menjadi sebuah kendala. Belum lagi liberalisasi sektor pertanian membuat petani menjadi pihak nan selalu dirugikan.

Ada beberapa pelajaran nan bisa diambil dari kemandirian India dan Jepang. Yang pertama ialah besarnya perhatian pemerintah terhadap peningkatan kualitas sumber daya pertanian. Pertanian menjadi titik perhatian primer bagi kebijakan politik mereka. Para pemudanya didorong buat sama-sama memajukan sektor pertanian.

Selanjutnya ialah konservasi pemerintah terhadap para petani. Hal ini sangat krusial sebab perhatian pemerintah ialah asa hayati bagi petani. Adanya perlindungan nan tinggi terhadap beras, pengembangan kualitas pedesaan, serta pemugaran teknologi pertanian ialah dukungan nan sangat besar bagi petani.

Belum lagi aturan nan besar buat sektor pertanian. Aturan ini bermanfaat buat menolong para petani ketika harga beras jatuh. Selain beberapa pelajaran dari India dan Jepang, sebenarnya ada beberapa hal lagi nan bisa dilakukan oleh Indonesia.



1. Memberdayakan lahan-lahan mati.

Di Indonesia banyak sekali huma nan terbengkalai. Bukan hanya sawah tadah hujan, tapi juga tanah-tanah nan tak dijadikan produktif oleh pemiliknya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia.

Pemerintah bisa mengambil alih huma tersebut dan menjadikan areal persawahan baru. Untuk mencapai swasembada beras diperlukan 1 juta hektare huma pertanian. Semakin luas huma pertanian, maka produksi beras bisa ditingkatkan.



2. Merealisasikan food estate.

Food estate konsep terintegrasi antara pertanian, perkebunan, dan peternakan di kawasan nan luas demi pengembangan produksi pangan. Pemerintah dan BUMN terkait harus mendukung program ini.



3. Kampanye diversifikasi pangan.

Edukasi terhadap masyarakat harus dilakukan. Selain itu, sine qua non penemuan buat bahan pangan alternatif.



4. Konservasi huma abadi buat areal persawahan.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Konservasi Huma Pangan Berkelanjutan harus diterapkan secara efektif.



5. Kebijakan Politik Berorientasi Zero Impor.

Kebijakan ini tentu akan mendorong optimalisasi dan peningkatan produksi beras. Pemerintah juga harus melindungi harga beras. Harga beras nan tinggi biasanya akan membuka celah impor. Akhirnya petani lagi nan dirugikan.

Demikian uraian mengenai komoditi pertanian nan sangat krusial bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Semoga uraian tersebut bermanfaat bagi kita semua.